Sheryl Sandberg namanya. Dia tak seterkenal Bintang Muda Mark Zuckerberg, biliuner  muda yang mendirikan Facebook dari kamar kosnya saat kuliah di  Universitas Harvard. Dia cantik. Umurnya 40 tahun. Tubuh dan dandanannya  bak model. Majalah Vogue pernah memamerkan kecantikannya. Tapi siapa  sangka Sandberg adalah jantung bisnis Facebook.
Saat Facebook kebanjiran anggota dan tak bisa menciptakan aliran  uang, Sandberg datang. Dialah yang menyalakan mesin uang situs  pertemanan yang kini jumlah anggotanya mencapai hampir 500 juta orang–20  juta orang di antaranya berasal dari Indonesia.
Dia baru bergabung dengan Facebook pada 2008 setelah bertahun-tahun  membantu Google membuat bisnis multibiliun dolar. Seperti Google,  Facebook adalah situs pertemanan gratis, tapi menghasilkan banyak duit.  Di sinilah kecerdasan Sandberg. Sejumlah analis mengatakan Sandberg  telah mendatangkan pendapatan US$ 1 miliar (Rp 9 triliun) pada 2009.
Menurut perusahaan riset Internet comScore, Facebook telah  menayangkan 176 miliar iklan banner pada triwulan pertama tahun ini.  Jumlah itu melebihi iklan di situs web mana pun, termasuk Google dan  Yahoo!.
Sandberg. Ya, siapa percaya dia adalah pencium duit iklan yang andal.  Melihat fotonya di majalah Vogue, orang tak akan percaya dia  adalah chief operating officer situs jejaring sosial. Tak ada tampang  dia maniak gadget. Dalam foto, dia memakai gaun merah tanpa lengan yang  anggun. Vogue memberi judul “Apa yang Dia Lihat pada Revolusi”.
Di majalah itu juga tertulis betapa dia adalah wanita yang pintar  mencari duit, peduli kepada keluarga, tapi tak lupa pesta. Kombinasi  yang rumit, bukan?
Vogue menulis, “Setelah satu jam bubaran kantor, di sebuah  Kamis malam, dia menyambut 40 tamunya yang datang untuk makan malam.  Beberapa saat sebelum tamunya tiba, Sandberg masih sempat meninabobokan  dua anaknya yang belum sekolah, lalu menghilang. Dia muncul kembali  dengan gaun tanpa lengan Calvin Klein dan sepatu bot Prada hitam.
Mark Zuckerberg bukan karena tergoda oleh kecantikan Sandberg meminta  dia hengkang dari Google. Sandberg turut membesarkan Google. Google  bisa mengail iklan karena menciptakan sistem yang membuat pemasang iklan  bisa membidik target pasarnya dengan tepat. Itu dilakukan Google saat  orang melakukan pencarian kata kunci tertentu. Atau saat Anda menerima  surat elektronik dengan subyek tertentu, iklan GMail akan menyesuaikan  dengan kata kunci di subyek tersebut. Iklan baris di Google bukanlah  barang mati. Dia hidup. Muncul mengikuti kebiasaan sang pengguna Google  atau Gmail.
Cara itu pulalah yang dipraktekkan di Facebook. Saat tiga teman Anda  suka Pizza Hut, maka saat Anda membuka Facebook, akan disodori iklan  yang berkaitan dengan pizza. Dengan cara ini, pemasang iklan bisa lebih  efisien membidik pasar. “Orang biasanya suka membeli karena rekomendasi  teman, para pemasang iklan tahu soal itu,” kata Sandberg.
Kecerdasan Sandberg itulah yang mestinya menular ke para pendiri dot  com Indonesia. Inovatif saja tak cukup. Perlu sentuhan agar inovasi itu  bisa “menjual”. Mudah-mudahan saja kecerdasan serupa muncul pada  situs-situ kreatif asli made in Indonesia, seperti Koprol.  Koprol belakangan ini sedang “hot”. Mereka baru saja diakuisisi oleh  Yahoo!. Situs jejaring sosial yang didirikan Satya Witoelar dan  kawan-kawan itu adalah situs pertemanan berbasis lokasi. Jadi, orang  bisa tahu siapa saja temannya yang ada, misalnya, di Senayan City. Situs  ini hadir lebih dulu ketimbang Foursquare, situs serupa asal Amerika  yang kini sedang populer di Indonesia.
Setelah diakuisisi Yahoo!, siapa tahu kecerdasan ala Sheryl Sandberg menular  ke Koprol. Juga ke situs-situs Indonesia lainnya. Betapa  menyenangkannya melihat banyak orang pintar seperti Sandberg (apalagi  juga cantik).
Source : blog.tempointeraktif.com
